Sabtu, 08 Juni 2013

Makalah & Asuhan Keperawatan Cerebral Palsy

MAKALAH
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Cerebral Palsy



di  susun oleh kelompok 4 :

1.AFRIZAL MUSTAQIM

2.ANITA SILFIYANTI

3. DEWI NISROKHAYANA

4. IFA SUSIANA

5. NILA CHOIRUR ROISAH

6.SUPRIYADI

                                                                     7.TRI  JAMILATUL S

                                                      KELAS:PSIK/IVA

 

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2012/2013
                                                                                                                                 




BAB 1
 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Cerebral palsy adalah suatu gangguan yang terjadi dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. 

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.

Etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.

Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun dinegara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan.

        Angka kejadian penyakit cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).

1.2    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pasien dengan sindroma nefrotik dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit tersebut.

1.3    Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
1.    Melakukan pengkajian pada klien dengan pasien Sindroma Nefrotik
2.    Menentukan diagnosa keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
3.    Merencanakan tindakan keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
4.    Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
5.    Melakukan evaluasi pada klien dengan pasien Sindroma Nefroti
6.    Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan pada klien dengan pasien Sindroma Nefrotik
1.4    Manfaat Penulisan
 Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
a.    Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
b.    Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
c.    Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem perkemihan
1.5    Sistematika Penulisan
                   Dalam penyusunan makalah ini terdiri beberapa bab dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa bagian.
            Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah: 
             a.       Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar dan daftar isi.
             b.      Bagian isi terdiri dari
BAB I             Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II           Tinjauan Teori, meliputi: Definisi, Etiologi, Patofisiologis Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik, Penatalaksanaan, Pathway
BAB III          Asuhan Keperawatan meliputi: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan
BAB IV          penutup meliputi: simpulan dan saran
c.    Bagian akhir,berisi daftar pustaka yang di gunakan penulis dalam mencari resensi buku


BAB II
TINJAUAN TEORI

   2.1  Definisi Sindroma Nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi klinik glomerulo nefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Pada proses awal atau sindrom nefrotik ringan iuntuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas sindrom nefrotik, tetapi pada sindrom nefrotik berat yang disertai kadar albumin serum rendah eksresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada sindrom nefrotik. Umumnya pada sindrom nefrotik fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukan respon yang baik trerhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein dalam urin (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerolus.
 
   2.2  Etiologi
Glomerulonefritis primer :
·         GN Lesi minimal (GNLM)
·         Glomerulosklereosis fokal (GSF)
·         GN Membranosa (GNMN)
·         GN Membranoproliferatif (GNMP)
·         GN Proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat :
·         Infeksi : HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, TBC dan lepra.
Keganasan : adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin, mieloma multiple dan karsinoma ginjal.
Penyakit jaringan penghubung : LES, RA, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat dan toksin : Obat anti inflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, captopril, heroin.
Lain-lain : DM, amiloidosis, pre-eklamasia, rejeksi alograf kronik, reflaks vesikouerter, atau sengatan lebah.
   2.3  Patofisiologi
Sulit untuk menetapkan lokasi yang tepat dari lesi neurologis berdasarkan tanda-tanda etiologi atau klinis karena ada pola patologis karakteristik yang ada. beberapa pasien memiliki kelainan kotor otak, yang lain mungkin memiliki bukti oklusi pembuluh darah, atrofi, hilangnya neuron, dan degenerasi. Sebuah beberapa pengecualian terjadi dan berkaitan dengan area-area anatomis seperti kejang diplegia (yang berhubungan dengan kelahiran prematur), yang disebabkan oleh infark hipoksia atau perdarahan di daerah yang berdekatan dengan ventrikel lateral. Ataxic CP dapat terjadi dalam kaitannya dengan cerebral hipoplasia dan, dalam beberapa kasus, hipoglikemia berat (Volpe, 2001).
The American College of Obstetricians dan Kandungan, dalam konjungsi dengan American Academy of Pedriatrics (2003), menerbitkan sebuah laporan yang mendefinisikan ensefalopati neonatal. Laporan ini menegaskan bahwa sekitar 70% dari kasus ensefalopati neonatal terjadi sebagai akibat dari peristiwa sebelum awal persalinan, melainkan menetapkan kriteria untuk menentukan peristiwa yang cukup mampu causimg intrapartum asfiksia dan CP. Bukti menunjukkan bahwa peristiwa yang menyebabkan sebagian besar kasus CP terjadi bukan akibat asfiksia intrapartum, tetapi sebagai akibat dari sebab-sebab lain yang telah dibahas sebelumnya (Acedemy Amerika College Pediatrics dan Amerika of Obstetricians dan Gynecologists, 2003).
CP telah diklasifikasikan dalam beberapa cara. Sebuah klasifikasi fungsional didasarkan pada sifat dan distribusi disfungsi neuromuskular. Klasifikasi tambahan menggambarkan daerah otak yang terlibat, tingkat keterlibatan motorik, gangguan yang menyertai, distribusi anatomi, dan penyebab CP (Rosenbaum, Paneth, Leviton, dan lain-lain, 2007).

    2.4  Manifestasi Klinis
   Tanda dan gejala yang timbul adalah :
   1. Gangguan perkembangan
   2. Tidak terkontrolnya gerakan ektremitas
   3. Kejang
   4. Kegagalan reaksi spontan/gerak refleks
   5. Gangguan bicara
   6. Gangguan menelan
   7. Perkembangan motor kasar dan halus lambat
   8. Berjalan dengan menjinjit
   9. Ketidaknormalan bentuk otot
  10. Gangguan perkembangan mental.(Nursing care of children principles & practise, 2007)
    2.5  Komplikasi
   1. Ataksi
   2. Katarak
   3. Hidrosepalus
   4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
   5. Strain/ ketegangan
    Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
   6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
   7. Kehilangan sensibilitas
          Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
   8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
  9. Gangguan visual
            Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
  10. Kesukaran untuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
  11. Lateralisasi
Dominan pada anak sebelum/di depan yang normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara
  12. Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
  13. penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.

     2.6  Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dan diagnostiknya adalah:
1.         Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
2.         Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
3.         Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4.         Foto rontgen kepala.
5.         Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6.         Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
    2.7  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan pada penderita CP yaitu:
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
e. Tindakan keperawatan
    Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
    Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
2.8 Pathway
Terlampir











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan
a. Kaji riwayat kehamilan ibu
b. Kaji riwayat persalinan
c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
d. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
e. Monitor respon bermain anak
f. Kaji fungsi intelektual
g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
j. Badan gemetar
k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
l. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
m. Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
n.  Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.

3.2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
c. Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
d. Ketidakteraturan perilaku anak.
e. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
g. Gangguan persepsi sensori.
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
3.3. Perencanaan Keperawatan
DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan :
1.      Klien mudah untuk bernafas
2.      Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.
3.      Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.
4.      Tidak terjadi dispnea.
5.      Kapasitas vital normal.
6.      Respirasi rate normal.
7.      Anak tidak mengalami aspirasi.
Intervensi :
1.             Kaji pola pernafasan.
2.             Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.
3.             Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
4.             Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
5.                       Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
6.                       Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
7.                  Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
8.                       Lakukan suction segera bila ada sekret
9.                       Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.
DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
Tujuan :
1.      Terpenuhinya intake nutrisi.
2.      Terpenuhinya energi.
3.      Berat badan naik.
Intervensi :
1.                  Monitor status nutrisi pasien.
2.                  Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
3.                  Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
4.                  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
5.                  Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
6.                  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang.
DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan :
1.      Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.
2.      Menunjukan status neurologist.
Intervensi :
1.                       Pengelolaan edema serebral.
2.                       Peningkatan perfusi serebral.
3.                       Memantau tekanan intracranial.
4.                       Memantau neurologist
DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.
Tujuan :
1.      Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.
2.      Menunjukan termoregulasi.
Intervensi :
1.                       Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
2.                       Perbaikan kualitas tidur.
DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
Intervensi :
1. Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2. Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.
3. Beri istirahat bila anak lelah.
4. Gunakan alat pengaman bila diperlukan.
5. Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6. Lakukan suction.
7. Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.
DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
Tujuan :
Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1.    Kaji respon dalam berkomunikasi.
2.    Ajarkan dan kaji makna non verbal.
3.    Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
4.    Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat.
5.    Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
6.    Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
7.    Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
8.    Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
9.    Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.
Tujuan :
Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
1.        Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.
2.        Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.
3.        Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.
4.        Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
5.        Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.
DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..
Tujuan :
Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan
tidak mengalami kontraktur.
Intervensi :
1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2. Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3. Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
4. Lakukan terapi fisik.
5. Lakukan reposisi setiap 2 jam.
6. Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
7. Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
8. Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9. Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.
10. Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
11. Ajarkan rom yang sesuai.
12. Berikan periode istirahat.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Cerebral palsy adalah suatu gangguan perkembangan permanent gerakan dan postur tubuh yang menyebabkan keterbatasan aktivitas, yang  terjadi di otak janin atau bayi yang berkembang. Kerusakan pada sistim motor dapat terjadi sebelum lahir, dalam kandungan, dan setelah lahir.
Tanda dan gejalanya yang timbul adalah gangguan perkembangan baik motor kasar maupun halus,berbicara,mental,kejang, gangguan menelan,tidak normalnya bentuk otot.Tindakan keperawatan yang dapat di lakukan adalah Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya yaitu:
1.      Untuk klien yang menderita penyakitcerebral palsy, agar membatasi diri dalam beraktifitas sehingga tidak memperbesar beban kerja jantung.
2.      Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat, agar mempelajari konsep dasar penyakit cerebral palsy dan asuhan keperawatannya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat.
3.      Mahasiswa harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada keluarga dengan anak yang menderita cerebral palsy

DAFTAR PUSTAKA

Hockenberry,Marilyn j dan David Wilson.2005.Wongs Essentials of Pediatrician Nursing.Canada:Mosby Elsevier
Muttaqin,Arif.2009.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.Jakarta:Salemba


1 komentar:

Sahabuz Zaeni mengatakan...

izin kopi bray...

Posting Komentar