Anatomi dan Fisiologi
Ligamen
Ligamen adalah jaringan lunak yang melekati tulang
tulang. Ligamen sangat mirip dengan tendon. Perbedaannya adalah bahwa tendon
otot melekat ke tulang. Kedua struktur ini terdiri dari serat kecil dari bahan
yang disebut kolagen. Serat kolagen yang dibundel bersama untuk membentuk
struktur tali-seperti. Ligamen dan tendon datang dalam berbagai ukuran dan
seperti tali, terdiri dari serat yang lebih kecil. Ketebalan ligamen atau
tendon menentukan kekuatannya.
Definisi Sprain
Sprain atau keseleo merupakan
keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang mengelilingi
sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam
(Kowalak, 2011).
Sprain adalah cedera pada sendi,
dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stress
berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari
sendi. (Giam & Teh, 1993)
Etiologi
Sprain
Beberapa faktor sebagai penyebab sprain
:
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh
tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen
menurun pada usia tiga puluh tahun.
2. Terjatuh atau
kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi
kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan ligamen mengalami sprain.
3. Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat
pukulan pada bagian sendi dan menyebabkan sprain.
4. Tidak melakukan
pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena
kurangnya pemanasan. Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih
lentur.
Menurut
Kowalak, etiologi kseleo meliputi :
1. Pemuntiran
mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan
menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS) normal
2. Fraktur atau
dislokasi yang terjadi secara bersamaan
Faktor Risiko
1. Riwayat keseleo
sebelumnya (faktor risiko yang paling sering)
2. Gangguan pada
jaringan ikat
3. Kaki Cavovarus
Klasifikasi Sprain
- Sprain Tingkat I
1.
Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak menghilangkan dan
menurunkan fungsi sendi tersebut.
2.
Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah
mendapatkan diagnosa dari dokter.
3.
Masa penyembuhan antara 2-6 minggu.
4.
Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi
leksitas abnormal.
- Sprain Tingkat II
1. Dimana
terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai terjadi
putus total.
2. Terjadi
rupture pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi sendi.
3. Untuk
pemulihannya membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6 minggu.
4. Rasa
sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.
- Sprain Tingkat III
1. Terjadi rupture
komplit dari ligamen sehingga terjadi pemisahan komplit ligamen dari tulang.
2. Untuk bisa pulih kembali
maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan rata-rata memakan waktu
8-10 minggu.
3. Pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami putus
secara total dan lutut tidak dapat digerakkan.
Patofisiologi Sprain
Sprain
biasanya terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam. Keseleo atau sprain jika
difiksasi dapat sembuh dalam dua hingga tiga minggu tanpa tindakan bedah
korektif. Sesudah itu secara berangsur-angsur pasien dapat kembali melakukan
aktivitas normal. Keseleo atau sprain pada pergelangan kaki merupakan cedera
sendi yang paling sering dijumpai dan kemudian diikuti oleh keseleo pada
pergelangan tangan, siku, serta lutut.
Jika sebuah ligamen mengalami ruptur
maka eksudasi inflamatori akan terjadi dalam hematoma diantara kedua ujung
potongan ligamen yang putus itu. Jaringan granulasi tumbuh kedalam dari
jaringan lunak dan kartilago sekitarnya. Pembentukan kolagen dimulai empat
hingga lima hari sesudah cedera dan pada akhirnya akan mengatur serabut-serabut
tersebut sejajar dengan garis tekanan/stres. Dengan bantuan jaringan fibrosa
yang vaskular, akhirnya jaringan yang baru tersebut menyatu dengan jaringan
disekitarnya. Ketika reorganisasi ini berlanjut, ligamen yang baru akan
terpisah dari jaringan sekitarnya dan akhirnya menjadi cukup kuat untuk menahan
tegangan otot normal.
Manifestasi Klinis
Sprain
Tanda dan gejala yang mungkin timbul
karena keseleo meliputi :
1. Nyeri lokal
(Khususnya pada saat menggerakkan sendi)
2. Pembengkakan
dan rasa hangat akibat inflamasi
3. Gangguan
mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah cedera)
4. Perubahan warna
kulit akibat ekstravasasi darah kedalam jaringan sekitarnya
Pemeriksaan Diagnostik
Sprain
1. Foto rontgen
untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur
2.
Stress radiography untuk memfisualisasi
cedera ketika bagian tersebut digerakkan
3. Artrografi
4. Artroskopy
Komplikasi Sprain
Komplikasi
yang mungkin muncul pada kondisi seseorang yang terkena sprain meliputi :
1. Disklokasi berulang
akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh dengan sempurna sehingga
diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya
2. Gangguan fungsi
ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum sembuh dan tarikan
tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur, maka ligamen ini dapat
sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai pembentukan jaringan parut secara
berlebihan).
Penatalaksanaan Sprain
- RICE (Rice, Ice, Compression, Elevation)
Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi
pembengkakan dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai
penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression,
elevation), yaitu :
1. Rest
(istirahat)
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh
beban pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti
crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk
mengurangi beban pada tempat yang cedera.
2. Ice (es)
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik
atau semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2
menit guna menghindari cedera karena dingin.
3. Compression
(penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat
dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan
perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh dari
jantung ke arah jantung.
4. Elevation
(peninggian)
Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera
berada lebih tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan
keki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya
pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini
adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.
- Penanganan sprain menurut klasifikasi
1. Sprain
tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan,
cedera pada tingkat ini cukup diberikan istirahat saja karena akan sembuh
dengan sendirinya.
2. Sprain tingkat dua (Second degree).
a.
Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b.
Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera
tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya
istirahat selama 3-6 minggu.
3. Sprain
tingkat tiga (Third degree).
a.
Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b.
Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
1.
Identitas pasien.
2. Keluhan Utama : nyeri, kelemahan, mati rasa,
edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan
sendi, otot dan tendon.
3.
Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit
Sekarang.
1) Kapan keluhan
dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
2) Daerah mana yang
mengalami trauma.
3) Bagaimana
karakteristik nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit
Dahulu.
1) Apakah klien sebelumnya pernah
mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal
lainnya.
c. Riwayat
Penyakit Keluarga.
1)
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4.
Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi :
kelemahan, edema, perdarahan, perubahan warna kulit, ketidakmampuan menggunakan
sendi
b. Palpasi : Mati
rasa
c. Perkusi.
5.
Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu
dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan
dengan pelepasan mediator kimia bradikinin
2. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan
3. Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan eritema
4. Risiko
hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Rencana Intervensi
Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia bradikinin
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri berkurang
KH :
1. Skala nyeri berkurang secara subjektif
2. Pasien dapat beristirahat
3. Ekspresi meringis (-)
4. TTV dalam batas normal (TD :
120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-24 x/menit, T : 36,5-37,5°C)
INTERVENSI
1. Berikan lingkungan
tenang dan nyaman
R/
Membantu pasien untuk dapat beristirahat
2. Ajarkan teknik ditraksi
dan relaksasi
R/
Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
3. Kolaborasi pemberian
analgesik sesuai indikasi
R/
Mengurangi rasa sakit yang dirasakan pasien
4. Kaji skala nyeri
R/
Mengetahui skala nyeri pasien
5. Pantau TTV pasien
R/ Untuk mengetahui status kesehatan pasien
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan
klien dapat melakukan aktivitas
KH :
a. Menunjukan
peningkatan aktivitas
b. Pasien tampak
tenang
c. TTV dalam
rentang normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100 x/menit, RR : 16-24
x/menit, T : 36,5 – 37,5°C)
INTERVENSI
1.
Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat
menimbulkan agitasi, hiperaktif, dan imsomnia
2.
Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massage
R/ meningkatkan relaksasi
3.
Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas
R/ membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme
4.
Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas.
R/ nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat ,
takikardia mungkin ditemukan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan
klien tidak mengalami gangguan integritas kulit
KH :
1. Tidak ada
dekibitus
2. Kulit kering
INTERVENSI
1. Inspeksi
seluruh lapisan kulit
R/ untuk mengetahui seberapa keparahan tingkat gangguan
integritas kulit
2. Lakukan
perubahan posisi
R/ mencegah dekubitus
3. Berikan terapi
kinetik sesuai kebutuhan
R/ mengurangi atau mencegah dekubitus
Risiko hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan
klien tidak mengalami gangguan integritas kulit
KH :
1. Pasien tidak
berkeringat lagi
2. Kulit tidak
merah
3. Pasien tidak
mengeluh panas
4. Pasien tidak
dehidrasi
5. Suhu tubuh
normal (36,5-37,5°C)
INTERVENSI
1. Observasi suhu tubuh
pasien
R/ mengetahui keadaan umum pasien
2. Beri kompres hangat
pada pasien
R/ menurunkan suu tubuh pasien
3. Anjurkan klien untuk
banyak minum
R/ mencegah dehidrasi pada pasien
4. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi : antrain
R/ menurunkan panas/ suhu tubuh
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus.
2009. Cedera Muskuloskeletal. http://arsip2.lkc.or.id/kesehatan/detail/82
diakses tanggal 22 Nopember 2012 pukul 23 : 58
Anonymus.
2012. Pengertian Sprain http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/pengertian-sprain-keseleo.html
diakses tanggal 23 Nopember 2012 pukul 00 : 02
Baraik.
2012. Pertolongan Saat Terkilir atau
Keseleo. http://rq-baraik.blogspot.com/2012/09/pertolongan-saat-terkilir-atau-keseleo.html
diakses tanggal 22 Nopember 2012 pukul 23 : 56
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta : EGC
Jatiarso,
Eko. 2012. Makalah Askep Strain. http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/04/makalah-askep-strain.html
diakses tanggal 23 Nopember 2012 pukul 23 : 10
Kowalak.
2011. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta : EGC
Refarat. 2011. Instabilitas
Pergelangan Kaki. http://skydrugz.blogspot.com/2011/10/instabilitas-pergelangan-kaki-ankle.html
diakses tanggal 23 Nopember 2012 pukul 00 : 00
0 komentar:
Posting Komentar