MAKALAH
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Cerebral Palsy
di susun oleh kelompok 4 :
1.AFRIZAL MUSTAQIM
2.ANITA SILFIYANTI
3. DEWI NISROKHAYANA
4. IFA SUSIANA
5. NILA CHOIRUR ROISAH
6.SUPRIYADI
7.TRI JAMILATUL S
KELAS:PSIK/IVA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2012/2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Cerebral palsy adalah suatu
gangguan yang terjadi dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di
dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan
atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William
John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia,
sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser
adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy,
sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral
Paralysis.
Etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop
Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam penanganan
penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah
tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.
Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan
perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa
dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun
dinegara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan
angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan
gangguan perkembangan.
Angka
kejadian penyakit cerebral
palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh
5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan cerebral
palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan
ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat
ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi
rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 %
disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih
banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).
1.2 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami
tentang asuhan keperawatan pasien dengan sindroma nefrotik dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit tersebut.
1.3 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
1. Melakukan pengkajian
pada klien dengan pasien Sindroma Nefrotik
2. Menentukan diagnosa
keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
3. Merencanakan tindakan
keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
4. Melaksanakan tindakan
keperawatan pada klien pasien Sindroma Nefrotik
5. Melakukan evaluasi
pada klien dengan pasien Sindroma Nefroti
6. Mendokumentasikan
semua kegiatan keperawatan pada klien dengan pasien
Sindroma Nefrotik
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah :
a.
Membentuk
pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
b.
Mahasiswa
mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
c. Menambah
pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem perkemihan
1.5
Sistematika
Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini terdiri beberapa
bab dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa
bagian.
Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
a.
Bagian
formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar dan daftar isi.
b.
Bagian
isi terdiri dari
BAB I Pendahuluan,
meliputi: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori, meliputi: Definisi, Etiologi, Patofisiologis Manifestasi
Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik, Penatalaksanaan,
Pathway
BAB III Asuhan Keperawatan meliputi: Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan
BAB
IV penutup meliputi: simpulan dan
saran
c.
Bagian akhir,berisi daftar pustaka yang di
gunakan penulis dalam mencari resensi buku
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Sindroma Nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi klinik
glomerulo nefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5
g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Pada
proses awal atau sindrom nefrotik ringan iuntuk menegakkan diagnosis tidak
semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas
sindrom nefrotik, tetapi pada sindrom nefrotik berat yang disertai kadar
albumin serum rendah eksresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria
juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada sindrom
nefrotik. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta
hormon tiroid sering dijumpai pada sindrom nefrotik. Umumnya pada sindrom
nefrotik fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode sindrom nefrotik
dapat sembuh sendiri dan menunjukan respon yang baik trerhadap terapi steroid,
tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis
ditandai oleh peningkatan protein dalam urin (proteinuria), penurunan albumin
dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai
disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerolus.
2.2 Etiologi
Glomerulonefritis primer :
·
GN Lesi minimal
(GNLM)
·
Glomerulosklereosis
fokal (GSF)
·
GN Membranosa (GNMN)
·
GN
Membranoproliferatif (GNMP)
·
GN Proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder
akibat :
·
Infeksi : HIV,
hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, TBC dan lepra.
Keganasan : adenokarsinoma
paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin, mieloma multiple dan karsinoma ginjal.
Penyakit jaringan penghubung :
LES, RA, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat dan toksin : Obat
anti inflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air
raksa, captopril, heroin.
Lain-lain : DM, amiloidosis,
pre-eklamasia, rejeksi alograf kronik, reflaks vesikouerter, atau sengatan
lebah.
2.3 Patofisiologi
Sulit untuk menetapkan lokasi
yang tepat dari lesi neurologis berdasarkan tanda-tanda etiologi atau klinis
karena ada pola patologis karakteristik yang ada. beberapa pasien memiliki kelainan kotor otak, yang lain mungkin
memiliki bukti oklusi pembuluh darah, atrofi, hilangnya neuron, dan degenerasi.
Sebuah beberapa pengecualian terjadi dan berkaitan dengan area-area
anatomis seperti kejang diplegia (yang berhubungan dengan kelahiran prematur),
yang disebabkan oleh infark hipoksia atau perdarahan di daerah yang berdekatan
dengan ventrikel lateral. Ataxic CP dapat terjadi dalam kaitannya dengan cerebral
hipoplasia dan, dalam beberapa
kasus, hipoglikemia berat (Volpe,
2001).
The American College of
Obstetricians dan Kandungan, dalam
konjungsi dengan American
Academy of Pedriatrics (2003),
menerbitkan sebuah laporan yang
mendefinisikan ensefalopati neonatal.
Laporan ini menegaskan bahwa sekitar 70% dari
kasus ensefalopati neonatal terjadi sebagai akibat dari peristiwa sebelum
awal persalinan, melainkan menetapkan
kriteria untuk menentukan peristiwa yang cukup mampu
causimg intrapartum asfiksia dan CP.
Bukti menunjukkan bahwa peristiwa yang menyebabkan sebagian besar kasus CP
terjadi bukan akibat asfiksia intrapartum, tetapi sebagai akibat dari
sebab-sebab lain yang telah dibahas sebelumnya (Acedemy Amerika College
Pediatrics dan Amerika of Obstetricians dan Gynecologists, 2003).
CP telah diklasifikasikan
dalam beberapa cara. Sebuah
klasifikasi fungsional didasarkan
pada sifat dan distribusi disfungsi neuromuskular. Klasifikasi tambahan menggambarkan
daerah otak yang terlibat, tingkat keterlibatan motorik, gangguan yang menyertai, distribusi anatomi, dan
penyebab CP (Rosenbaum, Paneth, Leviton, dan
lain-lain, 2007).
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala
yang timbul adalah :
1. Gangguan
perkembangan
2. Tidak
terkontrolnya gerakan ektremitas
3. Kejang
4. Kegagalan reaksi
spontan/gerak refleks
5. Gangguan bicara
6. Gangguan menelan
7. Perkembangan
motor kasar dan halus lambat
8. Berjalan dengan
menjinjit
9. Ketidaknormalan
bentuk otot
10. Gangguan perkembangan
mental.(Nursing care of children principles & practise, 2007)
2.5 Komplikasi
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50,
berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan
[menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
5. Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6. Pinggul Keseleo/
Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7. Kehilangan
sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan
kehilangan sensibilitas.
8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi
terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9. Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10. Kesukaran untuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal,
gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
11. Lateralisasi
Dominan pada anak
sebelum/di depan yang normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala
hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat
bicara
12. Inkontinensia
RM, dan terutama oleh
karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
13. penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul,
dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.
2.6 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dan diagnostiknya adalah:
1.
Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral
palsi di tegakkan.
2.
Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu
proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
3.
Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis
baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4.
Foto rontgen kepala.
5.
Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
6.
Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi
mental.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang
dapat di lakukan pada penderita CP yaitu:
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja
sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter
mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional
therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien
hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis
yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik,
makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk
prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk
merawat atau untuk menempung pasien ini.
e. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan
cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat
mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau
sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar
dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui
bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang
perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika
melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
2.8 Pathway
Terlampir
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian Keperawatan
a. Kaji riwayat kehamilan ibu
b. Kaji riwayat persalinan
c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
d. Kaji iritabel anak,
kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan
pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten,
ataxic, kurangnya tonus otot.
e. Monitor respon bermain anak
f. Kaji fungsi intelektual
g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan
keseimbangan)
h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
j. Badan gemetar
k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
l. Anak-anak dengan
cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut:
kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara,
terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah
yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar
dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti
scoliosis.
m. Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
n. Riwayat penyakit sekarang :
Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap
makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.
3.2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
b. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
c. Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera
otak.
d. Ketidakteraturan perilaku anak.
e. Risiko injury
berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
f. Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
g. Gangguan persepsi sensori.
h. Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
3.3. Perencanaan Keperawatan
DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan :
1. Klien mudah untuk bernafas
2. Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.
3. Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.
4. Tidak terjadi dispnea.
5. Kapasitas vital normal.
6. Respirasi rate normal.
7. Anak tidak mengalami aspirasi.
Intervensi :
1.
Kaji pola pernafasan.
2.
Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi
fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.
3.
Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
4.
Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
5.
Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien
atau dengan jadwal yang tepat.
6.
Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
7.
Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
8.
Lakukan suction segera bila ada sekret
9.
Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.
DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis.
Tujuan :
1. Terpenuhinya intake nutrisi.
2. Terpenuhinya energi.
3. Berat badan naik.
Intervensi :
1.
Monitor status nutrisi pasien.
2.
Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
3.
Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan
medikasi.
4.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB
naik.
5.
Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
6.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan ,
melibatkan orang lain yang berwenang.
DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan :
1. Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.
2. Menunjukan status neurologist.
Intervensi :
1.
Pengelolaan edema serebral.
2.
Peningkatan perfusi serebral.
3.
Memantau tekanan intracranial.
4.
Memantau neurologist
DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.
Tujuan :
1. Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.
2. Menunjukan termoregulasi.
Intervensi :
1.
Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
2.
Perbaikan kualitas tidur.
DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol
dan kejang.
Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
Intervensi :
1. Hindari anak dari
benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2. Perhatikan anak-anak
saat beraktifitas.
3. Beri istirahat bila
anak lelah.
4. Gunakan alat
pengaman bila diperlukan.
5. Bila ada kejang;
pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6. Lakukan suction.
7. Pemberian anti
kejang bila terjadi kejang.
DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam
artikulasi.
Tujuan :
Anak akan
mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas
normal.
Intervensi :
1. Kaji respon dalam
berkomunikasi.
2. Ajarkan dan kaji makna
non verbal.
3. Latih dalam penggunaan
bibir, mulut dan lidah.
4. Jelaskan kepada anak
dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat.
5. Sering berikan pujian
positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
6. Gunakan
kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
7. Berikan perawatan dalam
sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
8. Konsultasikan dengan
dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
9. Libatkan anak dengan
keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.
Tujuan :
Anak akan berinteraksi
secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
1.
Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.
2.
Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori,
seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan,
penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.
3.
Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.
4.
Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
5.
Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.
DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan
otot-otot..
Tujuan :
Anak akan memiliki
kemampuan pergerakan yang maksimum dan
tidak mengalami
kontraktur.
Intervensi :
1. Ajarkan cara
berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2. Ajak untuk latihan
yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3. Kaji pergerakan
sendi-sendi dan tonus otot.
4. Lakukan terapi
fisik.
5. Lakukan reposisi
setiap 2 jam.
6. Evaluasi kebutuhan
alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
7. Ajarkan dalam
menggunakan alat bantu jalan.
8. Ajarkan cara duduk,
merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9. Ajarkan bagaimana
cara menggapai benda.
10. Ajarkan untuk
menggerakkan anggota tubuh.
11. Ajarkan rom yang
sesuai.
12. Berikan periode
istirahat.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Cerebral
palsy adalah suatu gangguan perkembangan permanent gerakan
dan postur tubuh yang menyebabkan
keterbatasan aktivitas, yang terjadi di otak janin atau bayi yang berkembang.
Kerusakan pada sistim motor dapat terjadi sebelum lahir, dalam kandungan, dan
setelah lahir.
Tanda
dan gejalanya yang timbul adalah gangguan perkembangan baik motor kasar maupun
halus,berbicara,mental,kejang, gangguan menelan,tidak normalnya bentuk otot.Tindakan keperawatan yang dapat di
lakukan adalah Mengobservasi dengan
cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat
mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau
sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar
dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui
bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang
perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika
melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter
4.2
Saran
Dari kesimpulan
di atas, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya yaitu:
1.
Untuk klien yang menderita penyakitcerebral palsy, agar membatasi diri dalam
beraktifitas sehingga tidak memperbesar beban kerja jantung.
2.
Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat, agar
mempelajari konsep dasar penyakit cerebral palsy dan asuhan keperawatannya sehingga
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat.
3.
Mahasiswa
harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada keluarga dengan anak yang
menderita cerebral palsy
DAFTAR PUSTAKA
Agung,
Ariesti.2011.http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/09/askep-ventricular-septal-defect.html,(online),di
akses tanggal 13 Desember 2012
Febrian.2009.http://febrianfn.wordpress.com/2009/03/14/defek-septum-ventrikel-dan-kelainan-jantung-bawaan.(online).di
akses tanggal 6
januari 2013
Hockenberry,Marilyn
j dan David Wilson.2005.Wongs Essentials of Pediatrician Nursing.Canada:Mosby
Elsevier
Muttaqin,Arif.2009.Pengantar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.Jakarta:Salemba
1 komentar:
izin kopi bray...
Posting Komentar