KOMPOSIT
SERBUK KAYU PLASTIC DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIVE PEMANFAATAN LIMBAH KAYU
DAN PLASTIK
Oleh: Dina
Setyawati
Email: d.setyawati@eudoramail.com
Email: d.setyawati@eudoramail.com
PENDAHULUAN
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.
POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini
kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah
dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada
kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log
maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan
partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum
optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah
dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara
komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang
jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian
di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai
Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai
tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari,
2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya
digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan
yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
(Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan
pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG
Nama plastik mewakili ribuan bahan
yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat
digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat
thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali
dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila
telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan
teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999
menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama
polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun
1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi
peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat
pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah
plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah
plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah
rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah
plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan
sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak
terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat,
dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan
upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu
menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor.
Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse)
maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam
skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan
yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot
atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah
sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota
besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan
cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat
persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri,
antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet,
serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan
tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah
plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan,
pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et
al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan
dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini
dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin
dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga
kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan
canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya
industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam
pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh
jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula
walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk
meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis
limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High
Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan
menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan
lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif
sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain :
biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses
pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding
plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya,
dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang
(recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai
komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah
tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan)
(Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
Serbuk kayu sebagai Filler
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks
dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran
tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu
penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat
produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti
kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak
digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat,
mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang
dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi.
Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang
digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat
meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu
penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik
mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat
besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997),
serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler
mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih
rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat
terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per
volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada
proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan
komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara
serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar
dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri
dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah
kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik,
kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut
menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu
dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent
(Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang
sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang
lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih
sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur
ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang
kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik
untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat
dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam
bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua
strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama
plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua
kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian
mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi
perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto
dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi
dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel
konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu
plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan
plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur
ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi
dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu
(lebih kurang 200°C).
Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit
serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks
plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua
tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku
dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat
pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada
proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian
bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi
komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada
proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader
kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990).
Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu
tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar
1.Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler
ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan
kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan
antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan
tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang
lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk
kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai
dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya).
Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran,
selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga
berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis
termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending
terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer
dalam pembuatan komposit.
Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini
disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu.
Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan
komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai,
sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas.
Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2
selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin
pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu
kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk
mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan
kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta
thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi
hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam
matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat
rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik.
Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan
moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan
(Han, 1990).
Hasil-hasil Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan
sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan
sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman
& Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam
pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis
kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta
kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas
tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk
yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air
serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang
dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik
terhadap kekuatan komposit.
Penelitian mengenai komposit kayu
plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks.
Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati
(2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil-
hasil penelitian dirangkum sebagai berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh
ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap
sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil
penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan
polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya
ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan
penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator
menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang
memadai.
Sulaeman (2003), meneliti
deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan
rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat
terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan
Dilakukan
Penelitian dan pengujian komposit
kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga
pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno
(komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit
kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian
diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian selanjutnya akan mengarah
pada penentuan proses pembuatan papan komposit kayu plastik yang terbaik serta
peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler,
pemilihan modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel
proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana
penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.
0 komentar:
Posting Komentar